(JASMINE Foodnews) Bunda , Bro n Sis pastinya saat ini menganggap bahwa air minum dalam kemasan (AMDK) atau biasa disebut air mineral itu sudah menjadi barang kebutuhan pokok. Hampir setiap hari dijumpai dan diminum oleh orang-orang di perkotaan seperti Jakarta. Mendapatkannya pun mudah, cukup mendatangi minimarket atau warung kelontong terdekat. Tidak pula perlu mengeluarkan gocek yang banyak, cukup selembar Rp5 ribu pasti dapat kembalian.
Namun siapa sangka produk yang sangat pokok, mudah dan familiar di masyarakat modern itu, dulunya adalah barang yang eksklusif dan tidak sembarang orang bisa membelinya. Dulu, minuman ini, biar isinya hanya air putih, biasanya hanya diminum oleh orang-orang penting seperti tamu dari luar negeri atau wisatawan asing.
Sejarah Air Kemasan Dunia
Dikutip dari conversation.com, asal-usul air botolan harus ditelusuri sampai masa ketika popularitas spa mulai kembali muncul di Eropa dan koloninya pada abad ke-18 dan ke-19. Waktu itu, air keran tidak aman untuk diminum dan, meski orang tidak menyadarinya, inilah dasar bagi banyak air botolan yang terkenal saat ini.
Banyak yang menduga air keran adalah merupakan awal mewabahnya penyakit kolera di sebagian negara di dunia.
Perubahan sosial, budaya, dan praktik kedokteran membangkitkan tradisi Greco-Roma “mengambil air” untuk kepentingan kesehatan. Berkat perkembangan dan populernya
hidroterapi oleh dokter terkenal seperti Priessnitz dan Kneipp, dan khasiat khusus pada air yang ditemukan di lokasi tertentu, misalnya terkait komposisi mineral atau suhu mereka, spa yang sebelumnya terlantar jadi kembali subur, dan spa-spa baru pun bermunculan.
Kota-kota seperti Vichy, Evian dan Vittel Perancis, Bath dan Buxton di Inggris, San Pellegrino di Italia, Caldes de Malavella di Catalonia, dan Carlsbad (Karlovy Vary) di kawasan yang sekarang Republik Ceko, kala itu menjadi destinasi populer. Orang-orang kaya datang ke sana untuk bersantai, bersosialisasi, dan mencari pengobatan bagi berbagai penyakit.
Masa ketika budaya spa tumbuh subur di Barat bertepatan dengan Revolusi Industri, saat kota-kota menjadi sumpek, dan penyakit yang menular lewat udara adalah hal yang jamak. Epidemi seperti kolera atau demam tifoid membinasakan kota dan menyebabkan kondisi kesehatan serius, yang sering kali menyebabkan kematian akibat air yang terkontaminasi.
Karenanya, tidaklah mengejutkan apabila mengunjungi kota spa—yang biasanya berlokasi di pinggiran kota dan dengan air yang berasal dari sumber bebas polusi—dapat secara dramatis mengurangi kemungkinan terkena penyakit, dan membantu penyembuhan dari penyakit yang diderita. Namun perawatannya mahal dan lama. Bisa berlangsung beberapa minggu, bahkan dalam beberapa kasus hingga berbulan-bulan.
Bisnis Mengemas Air
Perawatan panjang seperti itu tidak cocok untuk semua orang. Bukan semata soal biaya, tapi juga karena komitmen waktu yang diperlukan. Ini berarti orang yang sibuk tidak selalu bisa berobat hingga tuntas.
Alhasil, beberapa orang menanyakan rumah pemandian apakah mereka bisa berlangganan air yang dikirimkan secara berkala dari spa dengan biaya tambahan, untuk meneruskan perawatan sepanjang tahun. Dan mereka yang tidak mampu pergi ke spa juga ingin memiliki akses terhadap air tersebut.
Meski beberapa pemilik rumah pemandian awalnya keberatan, tapi banyak yang setuju dan mulai mengirimkan air ke kota-kota. Awalnya dengan biaya tinggi, karena air itu berat dan sulit diangkut. Kemudian dibuat label dan tanda air pada botol menyusul terjadinya penjualan ilegal, di mana air botolan palsu dijual kepada mereka yang tidak mampu membeli yang asli.
Dengan perluasan jalur kereta api dan perbaikan umum pada sistem komunikasi, biaya transportasi jadi semakin murah, dan lebih banyak orang yang mampu membeli air mineral di kota-kota. Pada gilirannya, ini meningkatkan produksi dan penjualan air botolan.
Hal ini berujung pada dimulainya bisnis di mana air yang dijual tidak berkaitan dengan spa, dan karenanya tidak perlu dipasarkan sebagai obat; mereka hanya menjual air yang lebih bersih daripada air dari sumber umum pada masa ketika epidemi menyebar luas.
Sejarah Air Minum Kemasan di Indonesia
Dilansir dari historia.id ,perintis air minum kemasan di Indonesia adalah bernama Hendrik Freerk Tillema, seorang Belanda kelahiran 1870. Dia memperkenalkan Hygeia, produk air minum kemasannya ke penduduk Hindia Belanda di Semarang pada 1910-an. Sumber airnya dari pegunungan di Jawa Timur.
Tillema mempromosikan produknya tak tanggung-tanggung. Dia tercatat sebagai orang pertama dalam sejarah Hindia yang menggunakan balon-balon gas untuk mengiklankan air minumnya. "Sialnya, harga air ini terlalu mahal bagi orang pribumi," catat Rudolf Mrazek dalam "Kenecisan Indonesia: Politik Pakaian pada Akhir Masa Kolonial 1893–1942", termuat di Outward Appearances suntingan Henk Schulte Nordholt.
Setelah itu, awal tahun 1970-an, minuman AMDK di Indonesia dipastikan bukan produk lokal, melainkan produk impor. Saat itu para wisatawan atau tamu dalam negeri yang berkunjung di Indonesia hanya mau minum air dalam kemasan. Perut mereka tidak cocok dengan minum air rebusan.
Untuk mendapatkan minuman kemasan pun tidak sembarangan. Pada masa itu hanya tersedia di hotel-hotel berbintang. Tidak seperti sekarang yang ada di setiap warung kelontong.
Enam puluh tahun kemudian, Tirto Utomo (bernama Tionghoa Kwa Sien Biauw) meniru jejak Tillema. Dia mengeluarkan produk air minum kemasan bernama Aqua di bawah bendera perusahaannya, PT. Golden Mississippi yang didirikan pada 23 Februari 1973.
Pada awal diproduksi, produk air minum kemasan itu diberi nama “Puritas". Namun karena penyebutannya yang sulit dan tidak familiar, brand “Puritas" pun diganti dengan “Aqua". Brand Puritas hanya bertahan 2 tahun.
Dikutip dari tirto.id, kemunculan AMDK pertama di Indonesia memang tidak lepas dari sejarah produk bermerek Aqua. Sebab Aqua menjadi produk AMDK pertama yang diproduksi di Indonesia.
Tirto Utomo sendiri adalah warga asli Wonosobo yang pernah bekerja untuk Pertamina. Idenya ini berawal dari ketidaksengajaan, ketika masih menjadi pegawai Pertamina. Pada 1971, Tirto bertugas menghadiri sebuah rapat negosiasi gas alam cair dengan rombongan Raymond Todd, ketua delegasi sebuah perusahaan asal Amerika Serikat. Tapi rapat batal terlaksana. Tirto justru pergi ke rumah sakit untuk menjenguk istri tamunya.
“Istri tamunya itu menderita diare berat. Usut punya usut, kedapatan bahwa para tamu itu telah melakukan kesalahan besar: minum air dari keran,” tulis Bondan Winarno dalam “Pada Mulanya, Seorang Kawan Diserang Diare”, termuat di Prisma, No. 5, Mei 1987
Berawal dari kejadian tersebut , ia memiliki kesimpulan bahwa ada kesulitan untuk mencari air minum yang cocok di Indonesia untuk para tamu dari luar negeri. Karena itu, dia pun berinisitif mendidikan perusahaan air minum kemasan.
Sebelum mendirikan perusahaan, dia belajar terlebih dahulu teknologi pengolahan air minum kemasan ke negara tetangga Thailand. Dia pun meminta adiknya Slamet Utomo untuk magang di Polaris, salah satu perusahaan air minum kemasan di Thailand. Setelah itu, barulah mereka merintis perusahaan di Indonesia.
Muncul dengan nama dagang Aqua seolah membawa hoki. Aqua diproduksi dengan kemasan botol ukuran 950 ml dan dijual dengan harga Rp75. Harga itu dua kali lebih mahal dari harga bensin pada saat itu yang hanya Rp 46/liter.
Dengan harga yang mahal, tidak sembarang orang bisa membelinya. Hanya kalangan kelas atas saja yang mampu membelinya.
Capai 25 Miliar Liter
Berkembang pesatnya perkotaan di Indonesia, seperti pembangunan di ibukota Jakarta, memiliki konsekuensi lahan terbuka hijau menjadi berkurang. Akibat selanjutnya, air bersih layak konsumsi pun makin sulit diperoleh.
Ketua Umum ASPADIN Rahmat Hidayat menjelaskan, permasalahan air di perkotaan membuka celah lebar bagi industri AMDK. Mulai tahun 2000-an, mulai banyak perusahaan AMDK yang bermunculan dan tumbuh subur di Indonesia.
“Pertumbuhan ekonomi membuat daya beli masyarakat meningkat. Namun pada saat yang sama, air bersih menjadi sulit. Maka perlahan, orang pun beralih ke AMDK," kata Rahmat kepada tirto.id, Jumat (21/10/2016).
Air Minum Kemasan Di Masa Sekarang
Bisnis Air Kemasan ini pada akhirnya meledak sampai ketika metode sanitasi air perkotaan dan domestik membaik. Khususnya dengan penyebaran teknik klorinasi dalam dekade-dekade awal abad 20, dan penemuan tentang bagaimana penyakit bisa diidentifikasi dan diobati.
Kemajuan ini memiliki dampak penting dalam industri air spa dan bisnis air dalam kemasan. Banyak yang masih terus berjuang , tapi tidak sedikit yang hilang sama sekali.
Namun beberapa tahun terakhir tampak kebangkitan industri ini, dipicu oleh perubahan teknologi dan gaya hidup. Merek dan tradisi sudah ada di sana, sehingga dengan beberapa teknik pemasaran yang efektif dan jaringan distribusi yang bagus, air botolan pun kembali populer.
Di masa sekarang air minum kemasan dalam botol plastik pun menjamur bak cendawan di musim hujan. Hampir di setiap toko dan minimarket memajang AMDK dari berbagai merek dan harga yang bersaing. Membelinya pun tidak lagi semahal dulu. Sekarang, harganya hampir sepadan dengan setengah harga bensin.
Inovasi muktahir adalah membuat kemasan galon 19 liter yang bisa diisi ulang. Sejak saat itu, rumah tangga di perkotaan pun beralih menggunakan galon. Ditambah dengan layanan antar jemput yang semakin memanjakan konsumen.
Produksi AMDK pun kian tahun kian meningkat. Pada tahun 2015, produksi nasional mencapai 25 miliar liter. Sebuah capaian yang gemilang dalam dunia industri.
Meski kehadiran AMDK memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan air minum layak minum, namun produksi AMDK menyisakan banyak kekhawatiran. Mulai dari eksploitasi sumber mata air yang berlebihan, hingga maraknya sampah plastik yang berpotensi mencemari lingkungan.
=====
Anda masih di Jasmine Cake & Cuisine, Toko.Cake & Cuisine Online di Indonesia✋😊
Untuk info & pemesanan Cake & Cuisinenya ,
klik aja :
http://bit.ly/JCandCu
Atau telp/WA 08128637867 (Tia), 08128697750 (Wildan)
Simak daftar menunya , klik aja
http://bit.ly/JCandCui
Juga di ig kita , klappiecakes_ :
http://www.instagram.com/p/B928rViD5cH/?igshid=1egvipau04tjz
======
Jasmine Foodnews dibuat sebagai bentuk kepedulian kita terhadap kuliner di Indonesia terutama yang tradisional dan sudah jarang ditemukan orang. Juga hal-hal yang terkait dengan seputar dunia kuliner
Kota-kota seperti Vichy, Evian dan Vittel Perancis, Bath dan Buxton di Inggris, San Pellegrino di Italia, Caldes de Malavella di Catalonia, dan Carlsbad (Karlovy Vary) di kawasan yang sekarang Republik Ceko, kala itu menjadi destinasi populer. Orang-orang kaya datang ke sana untuk bersantai, bersosialisasi, dan mencari pengobatan bagi berbagai penyakit.
Masa ketika budaya spa tumbuh subur di Barat bertepatan dengan Revolusi Industri, saat kota-kota menjadi sumpek, dan penyakit yang menular lewat udara adalah hal yang jamak. Epidemi seperti kolera atau demam tifoid membinasakan kota dan menyebabkan kondisi kesehatan serius, yang sering kali menyebabkan kematian akibat air yang terkontaminasi.
Karenanya, tidaklah mengejutkan apabila mengunjungi kota spa—yang biasanya berlokasi di pinggiran kota dan dengan air yang berasal dari sumber bebas polusi—dapat secara dramatis mengurangi kemungkinan terkena penyakit, dan membantu penyembuhan dari penyakit yang diderita. Namun perawatannya mahal dan lama. Bisa berlangsung beberapa minggu, bahkan dalam beberapa kasus hingga berbulan-bulan.
Bisnis Mengemas Air
Perawatan panjang seperti itu tidak cocok untuk semua orang. Bukan semata soal biaya, tapi juga karena komitmen waktu yang diperlukan. Ini berarti orang yang sibuk tidak selalu bisa berobat hingga tuntas.
Alhasil, beberapa orang menanyakan rumah pemandian apakah mereka bisa berlangganan air yang dikirimkan secara berkala dari spa dengan biaya tambahan, untuk meneruskan perawatan sepanjang tahun. Dan mereka yang tidak mampu pergi ke spa juga ingin memiliki akses terhadap air tersebut.
Meski beberapa pemilik rumah pemandian awalnya keberatan, tapi banyak yang setuju dan mulai mengirimkan air ke kota-kota. Awalnya dengan biaya tinggi, karena air itu berat dan sulit diangkut. Kemudian dibuat label dan tanda air pada botol menyusul terjadinya penjualan ilegal, di mana air botolan palsu dijual kepada mereka yang tidak mampu membeli yang asli.
Dengan perluasan jalur kereta api dan perbaikan umum pada sistem komunikasi, biaya transportasi jadi semakin murah, dan lebih banyak orang yang mampu membeli air mineral di kota-kota. Pada gilirannya, ini meningkatkan produksi dan penjualan air botolan.
Hal ini berujung pada dimulainya bisnis di mana air yang dijual tidak berkaitan dengan spa, dan karenanya tidak perlu dipasarkan sebagai obat; mereka hanya menjual air yang lebih bersih daripada air dari sumber umum pada masa ketika epidemi menyebar luas.
Sejarah Air Minum Kemasan di Indonesia
Dilansir dari historia.id ,perintis air minum kemasan di Indonesia adalah bernama Hendrik Freerk Tillema, seorang Belanda kelahiran 1870. Dia memperkenalkan Hygeia, produk air minum kemasannya ke penduduk Hindia Belanda di Semarang pada 1910-an. Sumber airnya dari pegunungan di Jawa Timur.
Tillema mempromosikan produknya tak tanggung-tanggung. Dia tercatat sebagai orang pertama dalam sejarah Hindia yang menggunakan balon-balon gas untuk mengiklankan air minumnya. "Sialnya, harga air ini terlalu mahal bagi orang pribumi," catat Rudolf Mrazek dalam "Kenecisan Indonesia: Politik Pakaian pada Akhir Masa Kolonial 1893–1942", termuat di Outward Appearances suntingan Henk Schulte Nordholt.
Setelah itu, awal tahun 1970-an, minuman AMDK di Indonesia dipastikan bukan produk lokal, melainkan produk impor. Saat itu para wisatawan atau tamu dalam negeri yang berkunjung di Indonesia hanya mau minum air dalam kemasan. Perut mereka tidak cocok dengan minum air rebusan.
Untuk mendapatkan minuman kemasan pun tidak sembarangan. Pada masa itu hanya tersedia di hotel-hotel berbintang. Tidak seperti sekarang yang ada di setiap warung kelontong.
Enam puluh tahun kemudian, Tirto Utomo (bernama Tionghoa Kwa Sien Biauw) meniru jejak Tillema. Dia mengeluarkan produk air minum kemasan bernama Aqua di bawah bendera perusahaannya, PT. Golden Mississippi yang didirikan pada 23 Februari 1973.
Pada awal diproduksi, produk air minum kemasan itu diberi nama “Puritas". Namun karena penyebutannya yang sulit dan tidak familiar, brand “Puritas" pun diganti dengan “Aqua". Brand Puritas hanya bertahan 2 tahun.
Dikutip dari tirto.id, kemunculan AMDK pertama di Indonesia memang tidak lepas dari sejarah produk bermerek Aqua. Sebab Aqua menjadi produk AMDK pertama yang diproduksi di Indonesia.
Tirto Utomo sendiri adalah warga asli Wonosobo yang pernah bekerja untuk Pertamina. Idenya ini berawal dari ketidaksengajaan, ketika masih menjadi pegawai Pertamina. Pada 1971, Tirto bertugas menghadiri sebuah rapat negosiasi gas alam cair dengan rombongan Raymond Todd, ketua delegasi sebuah perusahaan asal Amerika Serikat. Tapi rapat batal terlaksana. Tirto justru pergi ke rumah sakit untuk menjenguk istri tamunya.
“Istri tamunya itu menderita diare berat. Usut punya usut, kedapatan bahwa para tamu itu telah melakukan kesalahan besar: minum air dari keran,” tulis Bondan Winarno dalam “Pada Mulanya, Seorang Kawan Diserang Diare”, termuat di Prisma, No. 5, Mei 1987
Berawal dari kejadian tersebut , ia memiliki kesimpulan bahwa ada kesulitan untuk mencari air minum yang cocok di Indonesia untuk para tamu dari luar negeri. Karena itu, dia pun berinisitif mendidikan perusahaan air minum kemasan.
Sebelum mendirikan perusahaan, dia belajar terlebih dahulu teknologi pengolahan air minum kemasan ke negara tetangga Thailand. Dia pun meminta adiknya Slamet Utomo untuk magang di Polaris, salah satu perusahaan air minum kemasan di Thailand. Setelah itu, barulah mereka merintis perusahaan di Indonesia.
Muncul dengan nama dagang Aqua seolah membawa hoki. Aqua diproduksi dengan kemasan botol ukuran 950 ml dan dijual dengan harga Rp75. Harga itu dua kali lebih mahal dari harga bensin pada saat itu yang hanya Rp 46/liter.
Dengan harga yang mahal, tidak sembarang orang bisa membelinya. Hanya kalangan kelas atas saja yang mampu membelinya.
Capai 25 Miliar Liter
Berkembang pesatnya perkotaan di Indonesia, seperti pembangunan di ibukota Jakarta, memiliki konsekuensi lahan terbuka hijau menjadi berkurang. Akibat selanjutnya, air bersih layak konsumsi pun makin sulit diperoleh.
Ketua Umum ASPADIN Rahmat Hidayat menjelaskan, permasalahan air di perkotaan membuka celah lebar bagi industri AMDK. Mulai tahun 2000-an, mulai banyak perusahaan AMDK yang bermunculan dan tumbuh subur di Indonesia.
“Pertumbuhan ekonomi membuat daya beli masyarakat meningkat. Namun pada saat yang sama, air bersih menjadi sulit. Maka perlahan, orang pun beralih ke AMDK," kata Rahmat kepada tirto.id, Jumat (21/10/2016).
Air Minum Kemasan Di Masa Sekarang
Bisnis Air Kemasan ini pada akhirnya meledak sampai ketika metode sanitasi air perkotaan dan domestik membaik. Khususnya dengan penyebaran teknik klorinasi dalam dekade-dekade awal abad 20, dan penemuan tentang bagaimana penyakit bisa diidentifikasi dan diobati.
Kemajuan ini memiliki dampak penting dalam industri air spa dan bisnis air dalam kemasan. Banyak yang masih terus berjuang , tapi tidak sedikit yang hilang sama sekali.
Namun beberapa tahun terakhir tampak kebangkitan industri ini, dipicu oleh perubahan teknologi dan gaya hidup. Merek dan tradisi sudah ada di sana, sehingga dengan beberapa teknik pemasaran yang efektif dan jaringan distribusi yang bagus, air botolan pun kembali populer.
Di masa sekarang air minum kemasan dalam botol plastik pun menjamur bak cendawan di musim hujan. Hampir di setiap toko dan minimarket memajang AMDK dari berbagai merek dan harga yang bersaing. Membelinya pun tidak lagi semahal dulu. Sekarang, harganya hampir sepadan dengan setengah harga bensin.
Inovasi muktahir adalah membuat kemasan galon 19 liter yang bisa diisi ulang. Sejak saat itu, rumah tangga di perkotaan pun beralih menggunakan galon. Ditambah dengan layanan antar jemput yang semakin memanjakan konsumen.
Produksi AMDK pun kian tahun kian meningkat. Pada tahun 2015, produksi nasional mencapai 25 miliar liter. Sebuah capaian yang gemilang dalam dunia industri.
Meski kehadiran AMDK memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan air minum layak minum, namun produksi AMDK menyisakan banyak kekhawatiran. Mulai dari eksploitasi sumber mata air yang berlebihan, hingga maraknya sampah plastik yang berpotensi mencemari lingkungan.
=====
Anda masih di Jasmine Cake & Cuisine, Toko.Cake & Cuisine Online di Indonesia✋😊
Untuk info & pemesanan Cake & Cuisinenya ,
klik aja :
http://bit.ly/JCandCu
Atau telp/WA 08128637867 (Tia), 08128697750 (Wildan)
Simak daftar menunya , klik aja
http://bit.ly/JCandCui
Juga di ig kita , klappiecakes_ :
http://www.instagram.com/p/B928rViD5cH/?igshid=1egvipau04tjz
======
Jasmine Foodnews dibuat sebagai bentuk kepedulian kita terhadap kuliner di Indonesia terutama yang tradisional dan sudah jarang ditemukan orang. Juga hal-hal yang terkait dengan seputar dunia kuliner
Comments
Post a Comment